Jakarta (Espos) Kepolisian Republik Indonesia menangkap 13 orang yang diduga teroris di sejumlah wilayah di Provinsi Nangroe Aceh Darusalam, termasuk dalam penggerebekan yang dilakukan, Selasa (2/3).
Penangkapan itu hasil pengembangan dari para pelaku yang telah ditangkap sebelumnya. ”Saya belum bisa sampaikan nama-nama mereka untuk mengamankan pengejaran. Masih ada sejumlah orang yang masuk dalam DPO,” ucap Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Edward Aritonang, di Mabes Polri dikutip kompas.com.
Para anggota teroris yang ditangkap itu sedang melakukan pelatihan lapangan di Aceh dengan instruktur yang pernah melakukan pelatihan di luar negeri. Pelatih itu telah ditangkap polisi. Para tersangka, kata Edward, berasal dari Sumatra Utara, Aceh, Jakarta, Riau, dan Jawa Tengah. Di antara para tersangka, tidak ada warga negara asing. Namun, ia belum bersedia menjelaskan peran masing-masing tersangka. ”Polisi menyita tiga pucuk senjata laras panjang dan 8.000 butir peluru.” - Oleh : dhs
Awas! Satu Dulmatin Tewas, 100 Muncul
INILAH.COM, Jakarta – Usai tewasnya Dulmatin, publik khawatir muncul 100 Dulmatin yang lain. Ketidakadlan dan kemiskinan yang menjadi lahan subur terorisme, diyakini menjadi faktor krusial munculnya teroris baru.
Pemerintah dinilai belum berhasil mengatasi kemiskinan dan ketidakadilan secara mendasar. Kinerja Departemen Keuangan, Departemen Agama, Depsos, Dephukam, Departemen Pendidikan dan departemen terkait lainnya, seakan tak menyentuh akar kemiskinan dan ketidakadilan di kalangan bawah.
“Sebagian rakyat miskin melihat Dulmatin mungkin sebagai sosok yang melawan ketidakadilan, meski dicap teroris oleh pemerintah. Karena itu, pasca tewasnya Dulmatin, sangat mungkin muncul 1.000 Dulmatin yang lain,” kata pengamat terorisme Al Chaidar, kemarin.
Sementara Nanang Tahqiq MA, Dosen UIN Jakarta, meyakini, kaum teroris akan patah tumbuh hilang berganti selama kemiskinan dan ketidakadilan disepelekan pemerintah.
“Orang tahunya, Depkeu bekerja untuk pasar modal, ekonomi pasar liberal, untuk kepentingan pegawai negeri dan kelas menengah, namun tak menyentuh akar kemiskinan. Depag sama juga, hanya sibuk ngurus haji dan pendidikan formal, namun tidak memberangus kemiskinan. Begitu juga departemen lain,” papar lulusan Pasca Sarjana McGill University, Kanada itu.
Nanang melihat Polri dan TNI akhirnya hanya menjadi pemadam kebakaran atas apa yang disebut terorisme itu. Instansi ini tak bisa melakukan pencegahan karena lahan subur terorisme terus bertumbuh.
Di tengah kesibukan Densus 88 menyelidiki satu sosok yang diduga mendanai kegiatan Dulmatin Cs, Polri dan TNI sudah selayaknya mendorong pemerintah dan dunia usaha mengatasi kemiskinan dan kesejahteraan.
Densus 88 memang tengah mengejar tokoh yang dikabarkan memiliki hubungan dengan Gungun, adik Hambali, semasa belajar di Pakistan dan aktif dalam kelompok Ghurabah. Dikabarkan ada beberapa orang yang sedang diincar, termasuk pemain lama yang belum tertangkap.
Al Chaidar melihat, para gembong teroris yang tengah diburu diyakini masih melakukan aktivitas yang berkaitan dengan aksi teror. Mereka masih gencar melakukan perekrutan. Bahkan diperkirakan calon ‘pengantin’ pembawa bom bunuh diri, sudah cukup banyak.
Pengamat teroris dari Universitas Malikussaleh Aceh ini menyatakan, kelompok garis keras tetap melakukan perekrutan di setiap daerah. Pola perekrutan dengan mengandalkan pendalaman ajaran agama. Setelah itu, mereka menjadikan calonnya dengan tawaran sebagai tentara Allah yang siap berperang melawan pemerintah maupun kekuatan asing.
Menurut Al Chaidar, diperkirakan anggota kelompok teroris di Aceh Besar sekitar 150 orang dan 20 orang di antaranya merupakan warga asal Aceh. Kelompok ini diyakini berencana melakukan serangan dalam waktu dekat.
Untuk melaksanakan operasi penyerangan tersebut, sel teroris ini melakukan perampokan dan perompakan dengan sasaran yang jelas. Misalnya, melakukan kapal di tengah perairan di Selat Malaka. Di darat, kelompok ini juga mempunyai sasaran yang jelas, di antaranya pemimpin nasional, para elite dan pengusaha. "Pasca terbunuhnya Dulmatin yang satu itu, ada banyak Dulmatin yang lain," katanya. [mdr]
Para anggota teroris yang ditangkap itu sedang melakukan pelatihan lapangan di Aceh dengan instruktur yang pernah melakukan pelatihan di luar negeri. Pelatih itu telah ditangkap polisi. Para tersangka, kata Edward, berasal dari Sumatra Utara, Aceh, Jakarta, Riau, dan Jawa Tengah. Di antara para tersangka, tidak ada warga negara asing. Namun, ia belum bersedia menjelaskan peran masing-masing tersangka. ”Polisi menyita tiga pucuk senjata laras panjang dan 8.000 butir peluru.” - Oleh : dhs
Awas! Satu Dulmatin Tewas, 100 Muncul

Pemerintah dinilai belum berhasil mengatasi kemiskinan dan ketidakadilan secara mendasar. Kinerja Departemen Keuangan, Departemen Agama, Depsos, Dephukam, Departemen Pendidikan dan departemen terkait lainnya, seakan tak menyentuh akar kemiskinan dan ketidakadilan di kalangan bawah.
“Sebagian rakyat miskin melihat Dulmatin mungkin sebagai sosok yang melawan ketidakadilan, meski dicap teroris oleh pemerintah. Karena itu, pasca tewasnya Dulmatin, sangat mungkin muncul 1.000 Dulmatin yang lain,” kata pengamat terorisme Al Chaidar, kemarin.
Sementara Nanang Tahqiq MA, Dosen UIN Jakarta, meyakini, kaum teroris akan patah tumbuh hilang berganti selama kemiskinan dan ketidakadilan disepelekan pemerintah.
“Orang tahunya, Depkeu bekerja untuk pasar modal, ekonomi pasar liberal, untuk kepentingan pegawai negeri dan kelas menengah, namun tak menyentuh akar kemiskinan. Depag sama juga, hanya sibuk ngurus haji dan pendidikan formal, namun tidak memberangus kemiskinan. Begitu juga departemen lain,” papar lulusan Pasca Sarjana McGill University, Kanada itu.
Nanang melihat Polri dan TNI akhirnya hanya menjadi pemadam kebakaran atas apa yang disebut terorisme itu. Instansi ini tak bisa melakukan pencegahan karena lahan subur terorisme terus bertumbuh.
Di tengah kesibukan Densus 88 menyelidiki satu sosok yang diduga mendanai kegiatan Dulmatin Cs, Polri dan TNI sudah selayaknya mendorong pemerintah dan dunia usaha mengatasi kemiskinan dan kesejahteraan.
Densus 88 memang tengah mengejar tokoh yang dikabarkan memiliki hubungan dengan Gungun, adik Hambali, semasa belajar di Pakistan dan aktif dalam kelompok Ghurabah. Dikabarkan ada beberapa orang yang sedang diincar, termasuk pemain lama yang belum tertangkap.
Al Chaidar melihat, para gembong teroris yang tengah diburu diyakini masih melakukan aktivitas yang berkaitan dengan aksi teror. Mereka masih gencar melakukan perekrutan. Bahkan diperkirakan calon ‘pengantin’ pembawa bom bunuh diri, sudah cukup banyak.
Pengamat teroris dari Universitas Malikussaleh Aceh ini menyatakan, kelompok garis keras tetap melakukan perekrutan di setiap daerah. Pola perekrutan dengan mengandalkan pendalaman ajaran agama. Setelah itu, mereka menjadikan calonnya dengan tawaran sebagai tentara Allah yang siap berperang melawan pemerintah maupun kekuatan asing.
Menurut Al Chaidar, diperkirakan anggota kelompok teroris di Aceh Besar sekitar 150 orang dan 20 orang di antaranya merupakan warga asal Aceh. Kelompok ini diyakini berencana melakukan serangan dalam waktu dekat.
Untuk melaksanakan operasi penyerangan tersebut, sel teroris ini melakukan perampokan dan perompakan dengan sasaran yang jelas. Misalnya, melakukan kapal di tengah perairan di Selat Malaka. Di darat, kelompok ini juga mempunyai sasaran yang jelas, di antaranya pemimpin nasional, para elite dan pengusaha. "Pasca terbunuhnya Dulmatin yang satu itu, ada banyak Dulmatin yang lain," katanya. [mdr]
0 komentar:
Posting Komentar